Belanja Sia-Sia yang Mengundang Penyakit Itu



Pembicaraan tentang rokok dan atau aktivitas merokok jika tidak didukung dengan data yang akurat umumnya selalu diakhiri dengan kesimpulan bahwa komoditas berbahaya dan atau aktivitas buruk yang mengundang penyakit itu memiliki kontribusi terhadap pendapatan negara. Bagaimanapun sangkaan ini harus diluruskan agar tidak menyesatkan dan mencelakakan lebih banyak orang lagi.

Sebuah penelitian tahun 2013 yang dilakukan oleh Suwarta Kosen dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI menyodorkan hasil riset yang sangat berharga. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa kerugian ekonomi akibat kebiasaan mengonsumsi rokok (di Indonesia) adalah sebesar Rp. 378,7 Triliun dengan rincian sebagai berikut:
  • Belanja rokok masyarakat Rp. 138 Triliun 
  • Kehilangan produktivitas masyarakat akibat sakit yang terkait dengan aktivitas merokok adalah Rp. 235,4 Triliun. (Sepanjang tahun 2013 terdapat 962.403 orang jatuh sakit terkait dengan penggunaan rokok, dan sebanyak 240.618 kematian akibat aktivitas konsumsi rokok) 
  • Biaya Rawat Jalan dan Rawat Inap Rp. 5,3 Triliun
Bandingkan data di atas dengan jumlah penerimaan negara dari cukai rokok yang “hanya” berjumlah Rp. 103 Triliun pada periode yang sama. Ini artinya, tingkat kerugian yang ditimbulkan oleh rokok adalah 3,5 kali lebih besar dibanding dengan potensi penerimaan negara dari komoditas tersebut.

Sejatinya, semakin terang benderang di hadapan kita bahwa kebiasaan merokok tidak semata-mata menghambur-hamburkan uang, namun sekaligus juga menjerumuskan pelakunya bahkan orang lain (perokok pasif) dalam kebinasaan. Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang melalui firman-Nya dalam Surat Al-Baqarah ayat 195 mengingatkan hamba-Nya: Dan belanjakanlah hartamu di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam kebinasaan. Ayat ini menjadi salah satu dasar dalam proses istimbath hukum mengenai aktivitas merokok yang dibanyak tempat sudah ditetapkan HARAM.

Bahwa merokok bolehjadi ada manfaatnya mungkin saja ya. Tetapi yang jelas bobot kemudharatannya terbukti jauh lebih besar dibanding kemaslahatannya. Ini juga yang kemudian turut menjadi dasar dalam penetapan hukum merokok oleh para ulama masa kini, sesuai dengan kaidah fiqih bahwa dar’ul mafaasid muqoddamun ‘ala jalbil mashaalih (mencegah kemudharatan harus didahulukan daripada mengambil manfaat).

Dengan akal sehat, maka seharusnya tidak ada opsi lagi untuk rokok selain meninggalkannya atau menjauhinya. Dengan logika yang sehat pula, tidak perlu mencari-cari hadits Rasulullah SAW tentang rokok, karena penemuan tembakau dan pemanfaatannya untuk rokok baru diketahui pertama kali pada tahun 1518 Masehi, atau 886 tahun setelah Baginda Rasulullah SAW wafat (632 Masehi, tepatnya 8 Juni 632 Masehi, atau 2 Rabiul Awal 11 Hijriah).

Istimbath hukum tentang rokok yang telah dilakukan oleh para ulama kontemporer sudah memenuhi kriteria yang semestinya. Jika ada ulama yang tidak setuju dengan hukum haram merokok, menurut Prof.Dr.M.Quraish Shihab,MA, itu semata-mata disebabkan oleh minimnya wawasan mereka tentang dampak buruk rokok bagi kesehatan. Dalam sebuah Taklim tentang Rokok, Prof. Dr.Yunahar Ilyas,Lc ditanya oleh salah seorang peserta: “Prof, apa dalilnya rokok dikatakan haram?”

“Peringatan yang tercantum dalam setiap bungkus rokok itu dalilnya”, jawab Profesor Yunahar.

Maka, sungguh keterlaluan kalau rokok tidak ditinggalkan. Sadarlah !!!

Taklim tentang Rokok yang disampaikan oleh Prof.Dr.Yunahar Ilyas,Lc bisa disimak ditautan ini: Ketika Ulama Bicara Seputar Rokok

Related Posts:

0 Response to "Belanja Sia-Sia yang Mengundang Penyakit Itu"

Post a Comment